Ha'a luha berasal
dari bahasa Kemak ha’a artinya menyajikan sedangkan luha artinya
kuburan. Ha’a juga biasa dilakukan di atas mazbah yang dibuat
dari kumpulan batu pemali milik leluhur (hatu salamata/batu pintu masuk) yang
ada di dekat rumah adat. Jadi Mazbah atau kuburan merupakan tempat untuk
orang menyajikan sajian serta berkomunikasi dengan Yang Ilahi (Ubu atau Maromak)
melalui orang-orang yang telah meninggal dunia (matebria). Orang kemak pada
umumnya meyakini bahwa untuk mau bertemu dengan Yang Ilahi (Ubu atau Maromak)
secara langsung hanya bisa melalui orang-orang telah meninggal dunia, karena
dianggap sangat sacral (luli). Pada
akhir bulan November sampai dengan awal bulan Januari setiap tahun pada umumnya beberapa
keluarga menyelenggarakan budaya ha’a
luha yaitu meminta restu dan doa kepada Yang Ilahi (Ubu atau Maromak) melalui orang-orang yang
telah meninggal dunia
(matebria) agar seseorang yang hendak merantau untuk mengubah nasib atau yang
mengeyam pendidikan lebih lanjut, mengolah kebun dan sawah selalu diberkati,
diberikan kemudahan dalam usaha, dijauhkan dari marabahaya, sakit penyakit,
godaan serta dapat menjadi
pribadi yang berguna untuk semua orang. Acara
adat ini di lakukan dari pagi hari hingga sampai sore dengan pemberian makan
sesajen (ne a), minuman (tua), sirih pinang (mama) serta penyembelihan ayam atau babi kepada Yang Ilahi (Maromak) melalui para leluhur (matebria) sebagi symbol penghormatan.
Dalam acara pemberian makan, ungkapan umum yang digunakan oleh masyarakat Suku
Kemak adalah
No
|
Bahasa
Kemak
|
Bahasa Indonesia
|
1.
|
Humur
Ubu no
Pi Ubu
|
Yang menggulung
(merujuk pada Yang Merancang) dan Yang menuangkan, dalam hal menuang cairan
emas kedalam suatu mal (merujuk pada Yang Mencipta)
|
2.
|
Kepu
hare sia nogo
|
Hari ini
|
3.
|
Tatakai
isi
|
Nenek moyang
|
4
|
Dasa
inam no mane heu
|
Dari keluarga
mempelai laki-laki dan mempelai perempuan.
|
5
|
Mermu
mamu da nogo
|
Hadir semua di sini
|
4.
|
Ami pege da imi hototu (matebria)
|
Kami minta kepada kalian semuanya (leluhur)
|
Idi
da to’ol podi ami liar hu’u
|
Untuk mengangkat suara kami
|
|
5.
|
Da
Humur Ubu no Pi Ubu
|
Kepada Yang Merancang
dan Yang Mencipta
|
6.
|
Idi isi ne ami isi banas, hua marai, isi bata
pina ami sala
|
Agar kami dijauhkan dari sakit
penyakit, kemalasan, dan halangan pada jalan kami
|
7.
|
Ami pege ne ta mloi go
|
Kami minta berikan
kami yang baik
|
8
|
Matenek, tau
asi da isi, no tua go da bia.
|
Kepintaran, hasil kebun, dan hasil
Sopi yang berelimpah
|
9
|
Ami to’ol da imi (matebria)
|
Kami angkat kepada kalian (leluhur)
|
Idi koko podi sala da ami
bebei malapu eta nogo.
(e manu e ahi mos
mloi idi e nae bula)
|
Agar tunjukkan kami jalan lewat elang tua ini. Makna kiasan yang merujuk pada persembahan
kami yang paling hina ini (boleh ayam ataupun babi untuk melihat petunjuk lewat
usus ayam ataupun hati babi),
|
|
8
|
Kal ami to’ol ami liar hu’u tai te, ami pege da imi hototu (matebria)
idi to’ol podi tau te da Humur Ubu no Pi Ubu.
|
Jika kami angkat suara kami tidak sampai,
kami minta kepada leluhur kalian
semuanya(leluhur) untuk angkat sampai di hadapan Yang Merancang dan Yang Mencipta.
Setelah kalimat ini
selesai maka babi/ayam tersebut disembelih di atas mazbah atau kuburan
|
Setiap unsur budaya pasti memiliki nilai, dan
nilai inilah yang dikejar setiap manusia. Boleh dikatakan bahwa setiap tindakan
manusia entah secara sadar atau tidak selalu berorientasi pada nilai. Sehingga
tindakan kultur memiliki dimensi
teleologis, ketika tindakan itu mengarah kepada sesuatu hal yang berada di
depan kita dan ada niat untuk meraihnya secara utuh. Demikian juga acara ha’a luha memiliki nilai orientasi
tertentu, dan nilai yang dikejar adalah solidaritas yang menjadi tujuan
terpenting dalam hidup kebersamaan di masyarakat. Solidaritas mengandaikan
adanya teman kerja. Ha’a luha
inilah yang mengikat rasa memiliki persaudaraan, serta gotong royong dalam
kehidupan masyarakat. Sebagai misal apabila ada keluarga dari mempelai wanita
yang meninggal maka semua orang yang ada dalam suku akan membawakan bagiannya
masing-masing berupa uang dan barang kepada mempelai wanita itu untuk
meringankan keluarganya yang lagi berduka. Begitu pula ketika seorang anak
laki-laki yang ingin meminang seorang
perempuan, dengan sendirinya keluarga dan setiap orang yang ada di sekitar
lingkungan membawa kontribusinya masing-masing, Ataupun saat fenderen rumah
keluarga dan masyarakat ikut menyumbangkan tenaga serta membawa perlengkapan dari pribadi
masing-masing. Nilai kebersamaan dalam masyarakat Suku Kemak sangat
dijunjung tinggi oleh karena budaya adat yang telah mendarah daging dan bersifat mengikat.
![]() |
Ha'a luha (penyajian makan & minum, sirih pinang serta barang-barang milik leluhur di atas Kuburan) |
![]() |
Proses sajian dan kurban yang dilakukan di hatu salamata(batu pintu masuk/batu pintu perbang) yang ada di dekat Rumah adat(uma luli) |
![]() |
Hatu salamata(batu pintu masuk/batu pintu gerbang) yang di atasnya diletakan barang-barang peninggalan leluhur |
![]() |
ini adalah mama Kristina dan mama Yustina yang lagi melihat bula( petunjuk nasib yang diberikan lewat urat ayam yang disembelih pada ritual adat ha'a luha) |
|
Petunjuk nasib juga bisa dilihat melalui hati babi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar