Kamis, 12 Maret 2020

(Oleh Felix Nai Buti) BUDAYA ADAT HA'A LUHA SUKU KEMAK, DESA SADI KECAMATAN TASIFETO TIMUR KABUPATEN BELU


Ha'a luha berasal dari bahasa Kemak ha’a artinya menyajikan sedangkan luha artinya kuburan. Ha’a juga biasa dilakukan di atas mazbah yang dibuat dari kumpulan batu pemali milik leluhur (hatu salamata/batu pintu masuk) yang ada di dekat rumah adat.  Jadi Mazbah atau kuburan merupakan tempat untuk orang menyajikan sajian serta berkomunikasi dengan Yang Ilahi (Ubu atau Maromak) melalui orang-orang yang telah meninggal dunia (matebria)Orang kemak pada umumnya meyakini bahwa untuk mau bertemu dengan Yang Ilahi (Ubu atau Maromak) secara langsung hanya bisa melalui orang-orang telah meninggal dunia, karena dianggap sangat sacral (luli).  Pada akhir bulan November sampai dengan awal bulan Januari setiap tahun pada umumnya beberapa keluarga menyelenggarakan budaya ha’a luha yaitu meminta restu dan doa  kepada Yang Ilahi (Ubu atau Maromak)  melalui orang-orang yang telah  meninggal dunia (matebria) agar seseorang yang hendak merantau untuk mengubah nasib atau yang mengeyam pendidikan lebih lanjut, mengolah kebun dan sawah selalu diberkati, diberikan kemudahan dalam usaha, dijauhkan dari marabahaya, sakit penyakit, godaan  serta dapat menjadi pribadi yang berguna untuk semua orang. Acara adat ini di lakukan dari pagi hari hingga sampai sore dengan pemberian makan sesajen (ne a), minuman (tua), sirih pinang (mama) serta penyembelihan ayam atau babi kepada Yang Ilahi (Maromak) melalui para leluhur (matebria) sebagi symbol penghormatan. Dalam acara pemberian makan, ungkapan umum yang digunakan oleh masyarakat Suku Kemak adalah

No
Bahasa Kemak
Bahasa  Indonesia
1.
Humur Ubu  no  Pi Ubu

Yang menggulung (merujuk pada Yang Merancang) dan Yang menuangkan, dalam hal menuang cairan emas kedalam suatu mal (merujuk pada Yang Mencipta)
2.
Kepu hare sia nogo
Hari ini
3.
Tatakai isi
Nenek moyang
4
Dasa inam no mane heu

Dari keluarga mempelai laki-laki dan mempelai perempuan.
5
Mermu mamu da nogo
Hadir semua di sini
4.
 Ami pege da imi hototu (matebria)
Kami minta  kepada kalian  semuanya (leluhur)

Idi da to’ol podi  ami liar hu’u 
Untuk mengangkat  suara kami
5.
Da  Humur Ubu  no  Pi Ubu   
Kepada Yang Merancang dan Yang Mencipta

6.
Idi  isi ne ami isi banas, hua marai, isi bata pina  ami sala
Agar kami dijauhkan dari sakit penyakit, kemalasan, dan halangan pada jalan kami
7.

 Ami pege ne ta mloi go


Kami minta berikan kami yang baik

8
 Matenek, tau  asi  da isi, no tua go da bia.
Kepintaran, hasil kebun, dan hasil Sopi yang berelimpah
9
 Ami to’ol da imi (matebria)
Kami angkat kepada kalian (leluhur)

 Idi  koko podi sala da ami
 bebei malapu eta nogo.
(e manu e ahi mos mloi idi e nae bula)
Agar tunjukkan kami jalan lewat elang  tua ini. Makna kiasan yang merujuk pada persembahan kami yang paling hina ini (boleh ayam ataupun babi untuk melihat petunjuk lewat usus ayam ataupun hati babi),
8
 Kal ami to’ol ami liar hu’u   tai te, ami pege da imi hototu (matebria) idi to’ol podi   tau te   da Humur Ubu no  Pi Ubu.

 Jika kami angkat suara kami tidak sampai, kami minta kepada leluhur  kalian semuanya(leluhur) untuk angkat sampai di  hadapan Yang Merancang dan Yang Mencipta.

Setelah kalimat ini selesai maka babi/ayam tersebut disembelih di atas mazbah atau kuburan
  Setiap unsur budaya pasti memiliki nilai, dan nilai inilah yang dikejar setiap manusia. Boleh dikatakan bahwa setiap tindakan manusia entah secara sadar atau tidak selalu berorientasi pada nilai. Sehingga tindakan kultur  memiliki dimensi teleologis, ketika tindakan itu mengarah kepada sesuatu hal yang berada di depan kita dan ada niat untuk meraihnya secara utuh. Demikian juga acara ha’a luha memiliki nilai orientasi tertentu, dan nilai yang dikejar adalah solidaritas yang menjadi tujuan terpenting dalam hidup kebersamaan di masyarakat. Solidaritas mengandaikan adanya teman kerja. Ha’a luha inilah yang mengikat rasa memiliki persaudaraan, serta gotong royong dalam kehidupan masyarakat. Sebagai misal apabila ada keluarga dari mempelai wanita yang meninggal maka semua orang yang ada dalam suku akan membawakan bagiannya masing-masing berupa uang dan barang kepada mempelai wanita itu untuk meringankan keluarganya yang lagi berduka. Begitu pula ketika seorang anak laki-laki yang ingin meminang  seorang perempuan, dengan sendirinya keluarga dan setiap orang yang ada di sekitar lingkungan membawa kontribusinya masing-masing, Ataupun saat fenderen rumah keluarga dan masyarakat ikut menyumbangkan tenaga  serta membawa perlengkapan dari pribadi masing-masing. Nilai kebersamaan dalam masyarakat Suku Kemak  sangat  dijunjung tinggi oleh karena budaya adat yang telah mendarah daging dan bersifat mengikat.
Ha'a luha (penyajian makan & minum, sirih pinang serta barang-barang milik leluhur di atas Kuburan)
Proses sajian dan kurban yang dilakukan di hatu salamata(batu pintu masuk/batu pintu perbang) yang ada di dekat Rumah adat(uma luli)

Hatu salamata(batu pintu masuk/batu pintu gerbang) yang di atasnya diletakan barang-barang peninggalan leluhur
 
ini adalah mama Kristina dan mama Yustina yang lagi melihat bula( petunjuk nasib yang diberikan  lewat urat ayam yang disembelih pada ritual adat ha'a luha)

Petunjuk nasib juga bisa dilihat melalui hati babi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar